Bulan Terbelah Di Langit Amerika: Film yang membelah bioskop tanah air
Jumat, 04 Desember 2015
Tambah Komentar
Sahabat KOPI, bertempat
di gedung Sarinah Tamrin lt 12, tepatnya tanggal 3 Desember kemarin, Koalisi
Online Pesona Indonesia (KOPI) kembali ngumpul
bareng. Pada kesempatan ini kita akan ngopi
(ngobrolin pesona Indonesia) tentang film yang mungkin sahabat tunggu-tunggu tayangnya.
“Bulan Terbelah di Langit Amerika (BTLA)”. Berada di meeting room kantor Aswana Group, sekitar 20 an anggota KOPI hadir.
Perbincangan BTLA semakin lengkap karena dihadiri langsung pemeran utama film,
Acha Septriasa dan eksekutif produser Yoen K. Apalagi dipandu oleh Arul Arista
membuat ruangan yang sesak-padat menjadi cair dalam suasana yang interaktif.
BULAN TERBELAH
DI LANGIT AMERIKA. Adalah sebuah film besutan sutradra Rizal Mantovani. Berbeda dengan
film pendahulunya, 99 Cahaya di Langit Eropa yang sukses menhipnotis 1,8 juta
penonton. Film BTLA bersetting kota New York Amerika ini menceritakan seorang
jurnalis bernama Hanum(Acha Septriasa)-yang tentu saja Muslim, ditugaskan dari
kantor beritanya di Wina untuk menulis artikel provokatif ”Apakah dunia lebih
baik tanpa Islam?”.
Untuk
menjawabnya, Hanum harus pergi ke New York untuk bertemu korban tragedi 911,
Azima Hussein (Rianti Cartwright), seorang mualaf yang bekerja di sebuah museum
dan anaknya, Sarah Hussein.
Pada saat yang
bersamaan, Rangga(Abimana Aryasatya) suaminya, juga ditugaskan oleh profesornya
untuk mewawancarai seorang miliuner dan philantropi Amerika bernama Philipus
Brown demi melengkapi persyaratan S3 nya. Brown dikenal eksentrik, misterius
dan tidak mudah berbicara dengan media. Rangga diminta untuk menemui
Stefan(Nino Fernandez) dan kekasihnya Jasmine (Hanna Al Rashid) yang berada di
New York yang telah mengatur pertemuan eksklusif dengan Brown.
Malang tak dapat
ditolak, mujur tak dapat diraih, tugas mereka berantakan ketika sebuah
demonstrasi besar berakhir ricuh dan membahayakan keselamatan mereka.
Mungkinkah Hanum
dan Rangga bertemu kembali?Berhasilkah mereka menyelesaikan tugasnya?Apa
jawaban artikel Hanum dari seluruh perjalanannya di Amerika?
Demikian sahabat
KOPI, sinopsis film BLTA. Menarik bukan! Meski sebagai kelanjutan dari 99
Cahaya di Langit Eropa, film ini jelas bercita rasa beda. Tidak saja dari segi
cerita tapi proses syuting ATAU pengambilan gambar pun sangat berbeda dibanding
di Eropa. Ini diakui langsung oleh Acha Septriasa, menurutnya syuting film di
Amerika mempunyai tantangan tersendiri. Apalagi film ini bernuansa Islam dan
menyinggung isu ‘terorisme’ bersettingkan New York yang notabene erat kaitannya
dengan peristiwa 911.
Sebagai aktor
professional, Acha Septriasa juga dituntut mendalami karakter Hanum sealami
mungkin tanpa harus menunjukkan karakter berlebihan, sempurna atau alim. Karena
menurutnya 85% pekerjaan artis adalah memerankan karakter dalam skenarionya
tanpa mengubah jalan cerita. Sehingga akan membuat jalan cerita menjadi real,
tidak dibuat-buat untuk membangun image tertentu.
Memakan waktu
sekitar 45 hari di bulan Oktober-November, Acha bersama tim Maxima Picture
sebagai rumah produksi mengambil gambar dengan proses perijinan yang tidak
gampang. Bahkan proses syuting film ini mendapat pengawasan langsung kepolisian
New York (NYPD). Ini semakin menguatkan kalau film BLTA benar-benar serius
dalam penggarapannya.
Selain itu film
dari Maxima Pictures ini termasuk film dengan budget besar. Meski tidak menyebut nominal
berapa, film ini sebagai film terbesar dari segi biaya produksinya. Diungkapkan
langsung oleh Yoen K sebagai eksekutif produser film. Sebagai bocoran nih,
sahabat KOPI. Menurut Yoen K, film akan mempunyai format yang sama dengan 99
Cahaya di Langit Eropa, yaitu akan ada dua bagian. Ini kaitannya sebagai bagian
menejemen bisnis berfilman untuk mengambil resiko.
Film BLTA
diadaptasi dari novel Hanum Salsabiela Rais. Putra Amien Rais. Nah, buat
sahabat KOPI yang mungkin pernah membaca versi novelnya, kita perlu tahu apa
itu adaptasi buku ke film. Rizal
Mantovani menjelaskan ‘adaptasi’ adalah sebuah kata penting dalam perubahan
medium dari buku ke medium film. Adaptasi adalah menyesuaikan, dalam hal ini
menyesuaikan denga medium film yang waktunya hanya 100 menit, mengalahkan
visual yang tidak mungkin mengalahkan visualisasi pembaca buku. Serta
masalah-masalah yang terjadi setiap hari terjadi di set film. Menurutnya yang
penting bukan detailnya tapi intisarinya. Harapannya, semoga intisari dari buku
dan film tetap sama.
Islamophobia
jelas masih ada. Masih sangat banyak persepsi orang di barat yang menuduh Islam
sebagai agama yang mengajarkan tindakan-tindakan teroris, bukan sebagai agama
yang mengajarkan kedamaian. “Apakah Dunia Lebih Baik tanpa Islam?!”.
Saksikan dan
buktikan “Bulan Terbelah Di Langit Amerika” di bioskop, 17 Desember 2015. Catat
tanggalnya.
Oleh @Andik_IR
Salam KOPI
Belum ada Komentar untuk "Bulan Terbelah Di Langit Amerika: Film yang membelah bioskop tanah air"
Posting Komentar