Tepuk Tangan Untuk Film “Bulan Terbelah di Langit Amerika”
Rabu, 16 Desember 2015
3 Komentar
Gala premier film Bulan Terbelah
di Langit Amerika. Bertempat di XXI Epicentrum, Kuningan Jakarta Selatan. Pada
hari Selasa (15/12/15), film ini benar-benar membelah bioskop di awal
penayangannya. Bagaimana tidak, tidak saja penonton yang membludak di luar area
bioskop. Para awak media dan beberapa tokoh turut hadir di pemutaran film ini.
Saya mengatakan membelah dalam
artian sebenarnya. Penonton dibelah dalam dua studio. Hadir para pemain utamanya,
Acha Septriasa, Abimana Aryasatya,
Rianti Cartwright, Nino Fernandez dan Hanna Al Rasyid. Beberapa kalangan
artis Ridho Roma, Arcana dan artis
lain juga hadir. Tokoh penting juga hadir seperti pak Amin Rais. Agaknya bolehlah antrian penonton yang hadir sebagai
bukti awal untuk ‘menuduh’ film ini bakal menyuguhkan film religi yang berbeda
dari film-film biasanya.
Film yang dibiakkan oleh Maxima
Pictures ini benar-benar film yang fantastis dari sisi budget dan proses
syutingnya. Pendapat ini dibenarkan Yoen
K sebagai eksekutif film kala bincang ringan beberapa waktu lalu bersama
sahabat KOPI. Karena syuting di New
York tidak segampang perijinan syuting di Eropa dan sebagainya. Ada tantangan
tersendiri membuat film religi bersettingkan tragedi WTC di New York.
Sutradara film, Rizal Mantovani juga cerdas saat
mengambil benang merah sebagai angle
utama film. “Apakah dunia lebih baik tanpa Islam?”. Untuk menjawab pertanyaan
itu, Hanum (Acha Septriaa) sebagai
jurnalis muslim mencoba membuktikannya. Bersama suaminya, Rangga (Abimana Aryasatya), berangkatlah mereka ke New York. Hanum
akan menemui Azima Hussein (Rianti
Carthwright) yang kehilangan identitas keagamaannya pasca tragedi WTC. Dan
Rangga akan menemui Philipus Brown untuk mewawancarainya. Hingga pada akhirnya
mereka seolah ditemukan dalam jalinan takdir yang membuat semuanya menjadi
mengerti dan sadar. Bahwa dunia tidak akan baik tanpa adanya Islam. Islam
bukanlah agama yang keberadaannya ‘merusak’ tatanan kehidupan. Singkatnya
demikian.
Sedikit mengupas film. Sebagai
orang yang memposisikan duduk di kursi penonton, tentu saya punya subyektifitas
tersendiri. Sah-sah saja demikian. Saya menyebut film ini sebagai film paket
lengkap, tentu dengan segala kekurangan di dalamnya. Lebih dari cukup mewakili
mata penonton awam untuk menyebut film ini: bagus!. Tidak berlebihan agaknya
saya mengatakan demikian.
Pertama, film ini bukan sekadar film religi pada umumnya. Umumnya
film Indonesia akan ketebak alur ceritanya. Tapi di film ini rasanya tidak
begitu terlihat. Karena kuatnya dialog yang empuk untuk dicerna. Kesan tendensi
yang biasanya ada di film religi saat menyebut atau mengutip ayat suci, di film
ini diramu menjadi nilai-nilai universal dalam percakapan yang ringan.
Kedua, film ini tidak terkesan film Indonesia. Ada semacam citarasa
keHollywoodannya saat kita nonton. Karena mungkin beberapa pemeran di dalamnya
ada yang bule atau orang luar. Ditegaskan lagi dalam dialog-dialog dalam bahasa
inggris yang dituturkan natural dan soundtrack band Arcana membuat kesan
kebaratannya juga dapet.
Ketiga, film semua kalangan. Ini yang menarik. Film ini dikemas
apik, disajikan tidak saja khusus yang Muslim tapi pantas untuk ditonton yang
non muslim. Karena di beberapa scene mengajarkan nilai-nilai universal yang
sekarang mengendap dalam nilai masyarakat. Seperti toleransi beragama,
toleransi bertetangga bahkan sampai toleransi berasmara. Maka cocok kalau film
ini juga pantas untuk ditonton kalangan remaja. Kesan romantis, komitmen dalam
hubungan percintaan juga menyentil mereka-mereka yang berjibaku dalam asmara.
Terakhir, film yang cukup
emosional. Mampu menempatkan dan menggiring emosi penonton untuk merenung lalu
menjewer diri masing-masing. Paling tidak untuk bertanya tentang seberapa rasa
bangganya beragama Islam selama ini. Mungkin akan berlebihan kalau disebut film
yang membidik pusat kesadaran. Setidaknya film ini mampu mengantarkan kesadaran
kita akan nilai-nilai agama yang selama ini kita endapkan, lalu perlahan-lahan
naik begitu saja tanpa tersadari. Kemudian secara bersama-sama kita harus
bertanya. Apakah kita sudah baik dalam beraga Islam? Apakah kita cukup baik
membawa Islam menjadi agama yang membaikkan dunia?.
Mari tepuk tangan untuk film
Bulan Terbelah di Langit Amerika. Tonton filmnya, mulai 17 Desember ini.
Andik Irwanto
@andik_ir
Mengakrani artikel AndiK.....serasa menyeruput kopi hitam.yaaa....ayo pake susu dan ksh gula biar lebih berasa, ngertikhan... ayo menulis lagi
BalasHapusMengakrani artikel AndiK.....serasa menyeruput kopi hitam.yaaa....ayo pake susu dan ksh gula biar lebih berasa, ngertikhan... ayo menulis lagi
BalasHapusHehehe...siap kakanda prabu
BalasHapus