Headline Post

REVIEW FILM NGENEST: Kadang Hidup Perlu Diketawakan

Produser            : Chand Parvez Servia, Fiaz Sevia                          
Sutradara            : Ernest Prakasa
Penulis                : Ernest Prakasa
Pemain                : Ernest Prakasa, Lala Karmela, 
                             Morgan Oey, Kevin Anggara,                                   Brandon            Salim
Produksi              : Starvision

     Jika boleh menuduh, komika(stand up comedian) seperti Raditya Dika (Single), Alit Susanto (Relationshit) telah menjadi motor penggerak seorang penulis sekaligus comedian yang memfilmkan bukunya. Jejak itu juga ditapaki Ernest Prakasa lewat ‘Ngenest’. Menarik, bukan?!

“Ngenest“. Kadang Hidup Perlu Diketawakan.

     Tagline di atas cukup menyentil. Meski ditujukan dalam bahasa komedi justru sangat relevan untuk ditanggapi maknanya dari sisi yang serius. Kadang hidup memang harus sesekali diketawakan. Nah, Ernest Prakasa mencoba melakukan itu pada dirinya. Lewat film Ngenest, kita diajak menertawai hidup kita selama ini. Khususnya masa-masa lampau yang pahit dapat kita ambil bagian manisnya. Agaknya benar, masa lalu yang menyakitkan pada saatnya nanti menjadi nostalgia romantic yang tak ingin dilupakan. Ernest Prakasa melakukan itu dengan film ini. Ngenest.

        Benang emas dari film ini adalah anak keturunan Tionghoa (saat Orde Baru) yang kerap dirundung duka karena dibully semasa sekolah maupun kehidupan nyata. Lalu ia mencoba membaur dengan pribumi untuk menghilangkan steorotipe kecinaannya. Menikahlah ia dengan pribumi.

Sinopsis.

        Ernest (Kevin Anggara/Ernest Prakasa) tidak pernah memilih bagaimana ia dilahirkan. Tapi nasib menentukan, ia terlahir di sebuah keluarga Cina. Tumbuh besar di masa Orde Baru dimana diskriminasi terhadap etnis Cina masih begitu kental. Bullying menjadi makanan sehari-hari. Ia pun berupaya untuk berbaur dengan teman-teman pribuminya, meski ditentang oleh sahabat karibnya, Patrick (Brandon Salim/Morgan Oey). Sayangnya berbagai upaya yang ia lakukan tidak juga berhasil, hingga Ernest sampai pada kesimpulan bahwa cara terbaik untuk bisa membaur dengan sempurna adalah dengan menikahi seorang perempuan pribumi.

        Ketika kuliah di Bandung, Ernest berkenalan dengan Meira (Lala Karmela). Meski melalui tentangan dari Papa Meira (Budi Dalton), tapi akhirnya mereka berpacaran. Dan kemudian menikah, dengan adat Cina demi membahagiakan Papa dan Mama Ernest (Ferry Salim dan Olga Lidya)

        Berhasil menikah dengan perempuan pribumi ternyata tidak menyelesaikan pergumulan Ernest. Ia mulai dirundung ketakutan, bagaimana jika kelak anaknya terlahir dengan penampilan fisik persis dirinya? Lalu harus mengalami derita bullying persis dirinya? Ketakutan ini membuat Ernest menunda-nunda untuk memiliki anak.

Press Conference Gala Premiere


        Apresiasi dan Catatatan Kritis. Karena berangkat dari background stand up comedian pula sang pembuat film cukup apik mengemas sisi kelucuannya. Nggak heran sih, mereka yang sering atau penggila stand up comedy akan mampu menganalisa punchline-punchline dalam dialog filmnya. Tak berlebihan, deretan bintang stand up comedy tanah air juga ikut main dalam film. Siap-siap saja perut kita kembung dengan gelegak tawa.

        Ledakan-ledakan tawa hampir ada di tiap bagian. Poin plus ada pada pengemasan film. Karena tidak melulu tentang ‘kecinaannya’ yang dieskpose. Namun juga ada beberapa sisi romantic yang dibalut kelucuan. Dialog-dialog kontemplatif(renungan) dalam pertemanan pun rumah tangga juga mewarnai hamper separo film. Sulaman-sulaman lucu di tiap-tiap bagian film agaknya menjadi poin yang perlu dimasukkan.

        Catatan kritis ada pada materi-materi komedi dalam dialog yang sebenarnya vulgar. Penempatan kata-kata dildo, kondom, biji dst. kadang terasa ‘risih’ untuk didengar. Seharusnya materi-materi komedi—meski dimaksudkan lucu—baiknya mengeliminir hal-hal seperti itu. Apalagi jika ditonton untuk anak-anak sekolah. Beberapa dialog ada yang garing tapi masih cukup wajar untuk ditujukan sebagai hal yang lucu.

        Terakhir. Suara emas Mikha Angelo dari The Overtunes menghiasi sebagai soundtrack pengisi film. Semoga film ini akan menjadi penghibur akhir tahun penikmat film komedi.

        Biar ga ngenes nonton yuuk…’Ngenest’ pada tanggal 30 Desember 2015. Serentak di bioskop. Karena hidup kadang perlu diketawakan.


Reviewer. Andik_IR
Penulis bersama Sahabat KOPI



Belum ada Komentar untuk "REVIEW FILM NGENEST: Kadang Hidup Perlu Diketawakan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel