Indonesia Pasca 22 Mei: Antara Infinity War atau Endgame?
Selasa, 21 Mei 2019
Tambah Komentar
Entahlah di manakah posisimu saat
ini. Apakah kamu (masih) menjadi kubu yang membenci atau mendukung. Atau kubu
yang (sudah) bosan dan tak mau tahu tentang Indonesia saat ini. Tapi kamu tak
bisa menyangkal bahwa 22 Mei (besok ini) merupakan sebuah peristiwa penting
yang tercatat dalam tinta sejarah.
Pemilu 17 April kemarin seakan
menjadi sebuah universe yang
menciptakan hero-hero ataupun villain-villain di masing-masing kubu. Menjadi
sebuah trend pemberitaan yang tak
kunjung padam selama setahun ini. Dan boom,
menghasilkan pula pendukung-pendukung militan, namum juga hatters yang sama
militannya.
Infinity War |
Lalu bagaimanakah mengakhiri
sebuah drama politik yang juga menyeret dunia binatang ala kampret-cebong ini
selesai? Apakah akan menjadi Avengers Endgame ataukah justru menjadi semenakutkan
Avengers Infinity War?
Mari kita flashback ke Pilkada DKI 2017 silam, yang buat saya sendiri mau
tidak mau ikut pusaran antah berantah—sampai sekarang. Siapa sangka, ucapan
seorang tokoh atau gubernur DKI Jakarta itu menggelinding bak bola salju yang terus membesar sampai sekarang. Lalu seakan
menjadi amunisi dan hulu ledak kembali di pilihan Pilpres 2019 ini.
Berita Hoax |
Berita palsu atau hoax diproduksi
massal seperti virus yang menggerogoti nalar berpikir kita. Masyarakat sedang
dirusak dengan berita bohong yang masif dan terus-menerus. Melahap rasional
menjadi kebingungan yang meluas—lupa cara membedakan mana berita yang valid dan
mana yang sebaliknya.
Selanjutnya semakin mengoyak rasa
saling percaya diantara sesama, sebuat saja teman, saudara bahkan keluarga.
Bahkan kehilangan akan kepercayaan tentang sebuah kebenaran itu menjadi
mungkin. Sehingga dalam kondisi yang demikian masyarakat diracun oleh ujaran-ujaran mengatasnamakan agama—yang sangat laku
di pasaran. Apalagi mewabah dengan jargon ‘Tuhan’ yang disambut dengan
garangnya atas nama keimanan.
Betapa sebenarnya kita hanyalah
digunakan sebagai alat untuk meraih kekuasaan atas nama pemilihan umum?
Orang-orang ingin merebut kekuasaan dengan memainkan lelucon yang menakutkan.
Secara ringkas: 22 Mei adalah
sebuah closure yang seharusnya sudah
final dan sebuah tribute yang layak
kepada mereka-mereka (petugas kpps) yang meninggal demi negara. Tanpa perlu
bertarung dan berdarah-darah dalam politic
invinity war. Karena dampaknya tidak saja melenyapkan orang-orang yang sebenarnya adalah saudara kita. Tapi
juga melenyapkan kita sebagai sebuah bangsa.
Jokowi Prabowo |
Saya hanya berharap 22 Mei
setelahnya kita bisa berkumpul lagi di
sini—tanah air yqng sama. Dengan rasa syukur bahwa Tuhan telah memberikan
sebuah tanah dan air di bumi atas nama Indonesia sebagai sebuah amanat.
Saya berharap setelah 22 Mei kita
bertekad untuk menjaga dan merawat karunia itu seperti para leluhur kita
dahulu. Karena 73 tahun yang lalu para founding
fathers membuktikan bahwa kita menolak perpecahan atas nama kolonialisme.
Berdarah-darah demi persatuan dan melenyapkan kegelapan yang membelenggu jiwa
dan pikiran.
Kita harus menyadari abad ini
adalah abad perubahan yang memang penuh kejutan. Maka membangun Indonesia
adalah membangun demokrasi yang kreatif. Demokrasi yang mampu mengelola
perbedaan, asal-usul, suku dan agama. Termasuk pilihan politiknya. Tidak ada infinity war karena 22 Mei adalah endgame war.
Belum ada Komentar untuk "Indonesia Pasca 22 Mei: Antara Infinity War atau Endgame?"
Posting Komentar