Headline Post

Indonesia Pasca 22 Mei: Antara Infinity War atau Endgame?

Entahlah di manakah posisimu saat ini. Apakah kamu (masih) menjadi kubu yang membenci atau mendukung. Atau kubu yang (sudah) bosan dan tak mau tahu tentang Indonesia saat ini. Tapi kamu tak bisa menyangkal bahwa 22 Mei (besok ini) merupakan sebuah peristiwa penting yang tercatat dalam tinta sejarah.

Pemilu 17 April kemarin seakan menjadi sebuah universe yang menciptakan hero-hero ataupun villain-villain di masing-masing kubu. Menjadi sebuah trend pemberitaan yang tak kunjung padam selama setahun ini. Dan boom, menghasilkan pula pendukung-pendukung militan, namum juga hatters yang sama militannya.
Infinity War

Lalu bagaimanakah mengakhiri sebuah drama politik yang juga menyeret dunia binatang ala kampret-cebong ini selesai? Apakah akan menjadi Avengers Endgame ataukah justru menjadi semenakutkan  Avengers Infinity War?

Mari kita flashback ke Pilkada DKI 2017 silam, yang buat saya sendiri mau tidak mau ikut pusaran antah berantah—sampai sekarang. Siapa sangka, ucapan seorang tokoh atau gubernur DKI Jakarta itu menggelinding bak bola salju yang terus membesar sampai sekarang. Lalu seakan menjadi amunisi dan hulu ledak kembali di pilihan Pilpres 2019 ini.
Berita Hoax

Berita palsu atau hoax diproduksi massal seperti virus yang menggerogoti nalar berpikir kita. Masyarakat sedang dirusak dengan berita bohong yang masif dan terus-menerus. Melahap rasional menjadi kebingungan yang meluas—lupa cara membedakan mana berita yang valid dan mana yang sebaliknya.

Selanjutnya semakin mengoyak rasa saling percaya diantara sesama, sebuat saja teman, saudara bahkan keluarga. Bahkan kehilangan akan kepercayaan tentang sebuah kebenaran itu menjadi mungkin. Sehingga dalam kondisi yang demikian masyarakat diracun oleh ujaran-ujaran mengatasnamakan agama—yang sangat laku di pasaran. Apalagi mewabah dengan jargon ‘Tuhan’ yang disambut dengan garangnya atas nama keimanan.

Betapa sebenarnya kita hanyalah digunakan sebagai alat untuk meraih kekuasaan atas nama pemilihan umum? Orang-orang ingin merebut kekuasaan dengan memainkan lelucon yang menakutkan.

Secara ringkas: 22 Mei adalah sebuah closure yang seharusnya sudah final dan sebuah tribute yang layak kepada mereka-mereka (petugas kpps) yang meninggal demi negara. Tanpa perlu bertarung dan berdarah-darah dalam politic invinity war. Karena dampaknya tidak saja melenyapkan orang-orang yang sebenarnya adalah saudara kita. Tapi juga melenyapkan kita sebagai sebuah bangsa.
Jokowi Prabowo

Saya hanya berharap 22 Mei setelahnya kita bisa berkumpul lagi di sini—tanah air yqng sama. Dengan rasa syukur bahwa Tuhan telah memberikan sebuah tanah dan air di bumi atas nama Indonesia sebagai sebuah amanat.

Saya berharap setelah 22 Mei kita bertekad untuk menjaga dan merawat karunia itu seperti para leluhur kita dahulu. Karena 73 tahun yang lalu para founding fathers membuktikan bahwa kita menolak perpecahan atas nama kolonialisme. Berdarah-darah demi persatuan dan melenyapkan kegelapan yang membelenggu jiwa dan pikiran.

Kita harus menyadari abad ini adalah abad perubahan yang memang penuh kejutan. Maka membangun Indonesia adalah membangun demokrasi yang kreatif. Demokrasi yang mampu mengelola perbedaan, asal-usul, suku dan agama. Termasuk pilihan politiknya. Tidak ada infinity war karena 22 Mei adalah endgame war.


Belum ada Komentar untuk "Indonesia Pasca 22 Mei: Antara Infinity War atau Endgame?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel