Headline Post

Dua Kodi Kartika: Sekali Lagi tentang Peran Wanita "Bunda"

Gerbong Inspira Pictures nampaknya mulai serius untuk menggarap film khususnya motivasi. Semoga saja benar adanya. Setidaknya setelah nonton film dokumenter Dua Kodi Kartika: The Heritage of Love menjadi taring pertama rumah produksi ini masuk industri film tanah air. Disutradarai oleh Ali Eunoia dan Miftahudin.
Bersama para Blogger TDB saya ikut menyaksikan gala premire film ini di XXI Epicentrum Kuningan Jaksel. Apa yang saya dapat dari film ini?

Film Dua Kodi Kartika: The Heritage of Love tidak saja sekedar film doku biasa, selain memang kemasannya sedikit memasukkan unsur drama, kesan inspirasi sebagai poin yang ditonjolkan dalam film ini juga tampak. Based on true story membuat film ini layak diapresiasi.

Meski bukan sebagai penikmat film dokumenter khususnya dalam negeri. Film Dua Kodi Kartika membuat saya menikmatinya karena kesan inspirasi dari sosok seorang ibu yang dipanggil Bunda. Sebelum membahasnya lebih jauh, entah kenapa film dokumenter agaknya (masih) menjadi semacam film pengantar tidur di bioskop ahahaha... Saya perhatikan beberapa teman ada yang merem dan atau memilih ke luar sebentar. Lupakan hal seperti itu.!

Saya sangat mengapresiasi film Dua Kodi Kartika: The Heritage of Love. Tidak saja semata-mata sebuah film yang sarat real motivasi. Tapi seperti yang saya singgung di awal, adanya sosok Bunda yang menjadi sentral tokoh dalam film yang membuat kita harus bercermin akan perjuangannya.

Saya kutip langsung dari bukunya karya Rendy Saputra yang juga sebagai CEO KeKe Busana berjudul Dua Kodi Kartika. Kebetulan Kang Rendy inilah sebagai salah satu motor penggerak KeKe Busana bisa sebesar ini. Karena film ini berdasarkan kisah nyata seputar perjuangan bunda Kartika dalam membangun dan membesarkan perusahaan KeKe Busana, maka cerita film ini pun tentang merk KeKe Busana dari nol sampai sebesar sekarang.


Bunda Kartika berkisah kepada Kang Rendy.

“Waktu itu krisis moneter, saya masih jadi sekretaris direktur di Tiga Raksa. Ayah bekerja sebagai konsultan di bidang geologis. Krisis moneter itu menjadi hantaman yang besarbagi perekonomian keluarga.”
“Tiga Raksa itu distributor barang-barang kebutuhan pokok. Saat krismon, barang kosong, banyak penjarahan. Selain itu banyak klien perusahaan Ayah adalah orang asing. Mereka takut dengan kondisi itu, lalu satu per satu menghilang.”

“Suatu saat kami berkunjungke usaha konveksi milik teman Ayah, sesama alumnus ITB. Usaha itu awalnya punya 400 karyawan tapi saat itu tinggal 5 orang. Saya diminta memesan baju anak supaya usaha mereka dapat order.”

“Jadi waktu itu Bunda sudah bisa buat baju?” sela saya.

“Belum, belum bisa sama sekali. Tapi saya memang suka modifikasi baju anak. Anak saya kan cewek semua.

“Niat saya menolong teman Ayah, sekalian coba-coba. Tapi sesuai kemampuan saya waktu itu. Saya pesan baju untuk anak perempuan, empat puluh potong banyaknya. Dua kodi doang.”
“Dua kodi?” tanya saya.

“Iya, dua kodi doang. Jangan lihat sekarang, ratusan ribu potong per tahun. Dulu ane mulai cuma dari dua kodi.”
“Trus gimana jualnya?” tanya saya.
“Itu dia. Setelah pesanan jadi, saya bingung mau jual mana. Akhirnya saya coba jajakan di Tanah Abang, modal nekat aja.”
“Gimana caranya, kan Bunda kerja?”
“Pulang kerja. Ayah jemput saya di kantor lalu kami ke Tanah Abang, ngejar-ngejar waktu sebelum toko tutup.”
“Oh..laris, Bun?”
“Ada yang nolak, ada yang mau konsinyasi. Tapi pas saya mau pulang ada ibu-ibu pemilik toko yang mengejar saya, ‘Bu, bajunya sudah laku,’ begitu katanya. Dari situ saya lanjut membuat baju-baju lain untuk toko-toko di Tanah Abang.”

“Akhirnya saya dan Ayah berpikir kalau jual satuan begini pasti lama dan capek. Belajar dari Tiga Raksa, jualan harus menang di jumlah. Akhirnya saya memilih menjual ke pusat-pusat grosir barang sisa ekspor,” lanjut Bunda.
Dua kodi. Sebanyak itulah produksi awal Bunda. Dia memulai dengan apa yang dia bisa mulai. Dia melangkah atas apa yang dia sanggup langkahi. Bunda dan Ayah bukanlah sosok yang berlebihan saat itu. Mereka mengawali KeKe di kompleks perumahan sederhana. Mereka memulai dengan apa yang mereka sanggup: dua kodi.
********

Ketika mulai bermimpi kadang kita merasa sumber daya yang kita miliki tidak akan cukup untuk merealisasikan mimpi itu.

Misalkan anda ingin membuka toko baju, tapi merasa tidak punya modal untuk menyewa tempat. Padahal, anda bisa menggunakan rumah anda terlebih dahulu. Anda bisa berjualan di garasi atau ruang tamu, misalnya.
Atau anda ingin menjadi pengusaha rumah makan, tapi merasa tidak bisa memasak makanan enak. Padahal anda bisa bermitra dengan sahabat yang pandai memasak dan mulai merealisasikan mimpi anda.

Bunda mulai dari apa yang dia bisa lakukan. Itulah kunci penting yang perlu kita resapi bersama. Jika memang hanya bisa memproduksi dua kodi, cukuplah dengan dua kodi. Dia tidak menunggu Allah menurunkan sepuluh kodi, seratus kodi bahkan sejuta kodi sekalipun. Dia memulai dari kesederhanaan: Dua Kodi Kartika.

Kisah Dua Kodi Kartika ini mengingatkan saya akan kisah tongkat Nabi Musa. Nabi Musa terjepit di antara laut dan pasukan Firaun. Dia tak punya apa-apa. Dia hanya memiliki keyakinan bahwa Allah tak akan meninggalkannya. Lalu Allah mewahyukan kepadanya agar Musa memukulkan tongkatnya ke Laut Merah.
Daarrr...laut pun terbelah. Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati Laut Merah menuju tanah yang dijanjikan. Menuju apa yang sudah Allah hadirkan ke hati mereka. Tanah impian, dengan impian itu sendiri pun merupakan karunia Allah.

Nabi Musa memutuskan memukulkan tokat ke Laut Merah. Itu keputusan yang diambil atas dasar keyakinan. Walau akal sehatnya berkata hal itu tak mungkin, dia tetap melakukan apa yang sekiranya dia bisa lakukan.

Nabi Musa memukulkan tongkat adalah tanda usaha seorang manusia. Setelah itu Allah membelahkan laut untuknya. Allah mengerjakan sisanya, sisa pekerjaan yang tak bisa dikerjakan oleh manusia.

Bagi Bunda, dua kodi Kartika adalah tongkat Musa-nya saat itu. Allah ingin menguji, apakah Bunda akan bertindak. Allah ingin menguji seorang Ika Kartika, apakah dia akan menjajakan dua kodi pakaian yang ada.
Jawabannya: Bunda memilih memukulkan tongkat ke laut. Allah pun membelahkan laut bagi Bunda, hingga sampailah KeKe ke posisi yang baik hari ini.






2 Komentar untuk "Dua Kodi Kartika: Sekali Lagi tentang Peran Wanita "Bunda""

  1. Salut dengan kisahnya. Inspiratif.

    Perjuangan selalu membuahkan hasil.

    Tapi filmnya masih diputar di studio kan y.

    BalasHapus
  2. Iyaa inspiratif, true story juga...
    mungkin msih tapi kurg tau sekrg hihi

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel