Dua Kodi Kartika: Sekali Lagi tentang Peran Wanita "Bunda"
Minggu, 04 September 2016
2 Komentar
Gerbong Inspira Pictures
nampaknya mulai serius untuk menggarap film khususnya motivasi. Semoga saja
benar adanya. Setidaknya setelah nonton film dokumenter Dua Kodi Kartika: The
Heritage of Love menjadi taring pertama rumah produksi ini masuk industri film
tanah air. Disutradarai oleh Ali Eunoia dan Miftahudin.
Bersama para
Blogger TDB saya ikut menyaksikan gala premire film ini di XXI Epicentrum
Kuningan Jaksel. Apa yang saya dapat dari film ini?
Film Dua Kodi
Kartika: The Heritage of Love tidak saja sekedar film doku biasa, selain memang
kemasannya sedikit memasukkan unsur drama, kesan inspirasi sebagai poin yang
ditonjolkan dalam film ini juga tampak. Based on true story membuat film ini
layak diapresiasi.
Meski bukan
sebagai penikmat film dokumenter khususnya dalam negeri. Film Dua Kodi Kartika membuat
saya menikmatinya karena kesan inspirasi dari sosok seorang ibu yang dipanggil
Bunda. Sebelum membahasnya lebih jauh, entah kenapa film dokumenter agaknya (masih)
menjadi semacam film pengantar tidur di bioskop ahahaha... Saya perhatikan
beberapa teman ada yang merem dan atau memilih ke luar sebentar. Lupakan hal
seperti itu.!
Saya sangat
mengapresiasi film Dua Kodi Kartika: The Heritage of Love. Tidak saja
semata-mata sebuah film yang sarat real motivasi. Tapi seperti yang saya
singgung di awal, adanya sosok Bunda yang menjadi sentral tokoh dalam film yang
membuat kita harus bercermin akan perjuangannya.
Saya kutip
langsung dari bukunya karya Rendy Saputra yang juga sebagai CEO KeKe Busana
berjudul Dua Kodi Kartika. Kebetulan Kang Rendy inilah sebagai salah satu motor
penggerak KeKe Busana bisa sebesar ini. Karena film ini berdasarkan kisah nyata
seputar perjuangan bunda Kartika dalam membangun dan membesarkan perusahaan KeKe
Busana, maka cerita film ini pun tentang merk KeKe Busana dari nol sampai
sebesar sekarang.
Bunda Kartika
berkisah kepada Kang Rendy.
“Waktu itu
krisis moneter, saya masih jadi sekretaris direktur di Tiga Raksa. Ayah bekerja
sebagai konsultan di bidang geologis. Krisis moneter itu menjadi hantaman yang
besarbagi perekonomian keluarga.”
“Tiga Raksa itu
distributor barang-barang kebutuhan pokok. Saat krismon, barang kosong, banyak
penjarahan. Selain itu banyak klien perusahaan Ayah adalah orang asing. Mereka
takut dengan kondisi itu, lalu satu per satu menghilang.”
“Suatu saat kami
berkunjungke usaha konveksi milik teman Ayah, sesama alumnus ITB. Usaha itu
awalnya punya 400 karyawan tapi saat itu tinggal 5 orang. Saya diminta memesan
baju anak supaya usaha mereka dapat order.”
“Jadi waktu itu
Bunda sudah bisa buat baju?” sela saya.
“Belum, belum
bisa sama sekali. Tapi saya memang suka modifikasi baju anak. Anak saya kan
cewek semua.
“Niat saya
menolong teman Ayah, sekalian coba-coba. Tapi sesuai kemampuan saya waktu itu.
Saya pesan baju untuk anak perempuan, empat puluh potong banyaknya. Dua kodi
doang.”
“Dua kodi?”
tanya saya.
“Iya, dua kodi
doang. Jangan lihat sekarang, ratusan ribu potong per tahun. Dulu ane mulai cuma
dari dua kodi.”
“Trus gimana
jualnya?” tanya saya.
“Itu dia.
Setelah pesanan jadi, saya bingung mau jual mana. Akhirnya saya coba jajakan di
Tanah Abang, modal nekat aja.”
“Gimana caranya,
kan Bunda kerja?”
“Pulang kerja.
Ayah jemput saya di kantor lalu kami ke Tanah Abang, ngejar-ngejar waktu
sebelum toko tutup.”
“Oh..laris, Bun?”
“Ada yang nolak,
ada yang mau konsinyasi. Tapi pas saya mau pulang ada ibu-ibu pemilik toko yang
mengejar saya, ‘Bu, bajunya sudah laku,’ begitu katanya. Dari situ saya lanjut
membuat baju-baju lain untuk toko-toko di Tanah Abang.”
“Akhirnya saya
dan Ayah berpikir kalau jual satuan begini pasti lama dan capek. Belajar dari
Tiga Raksa, jualan harus menang di jumlah. Akhirnya saya memilih menjual ke
pusat-pusat grosir barang sisa ekspor,” lanjut Bunda.
Dua kodi.
Sebanyak itulah produksi awal Bunda. Dia memulai dengan apa yang dia bisa
mulai. Dia melangkah atas apa yang dia sanggup langkahi. Bunda dan Ayah
bukanlah sosok yang berlebihan saat itu. Mereka mengawali KeKe di kompleks
perumahan sederhana. Mereka memulai dengan apa yang mereka sanggup: dua kodi.
********
Ketika mulai
bermimpi kadang kita merasa sumber daya yang kita miliki tidak akan cukup untuk
merealisasikan mimpi itu.
Misalkan anda
ingin membuka toko baju, tapi merasa tidak punya modal untuk menyewa tempat.
Padahal, anda bisa menggunakan rumah anda terlebih dahulu. Anda bisa berjualan
di garasi atau ruang tamu, misalnya.
Atau anda ingin
menjadi pengusaha rumah makan, tapi merasa tidak bisa memasak makanan enak.
Padahal anda bisa bermitra dengan sahabat yang pandai memasak dan mulai
merealisasikan mimpi anda.
Bunda mulai dari
apa yang dia bisa lakukan. Itulah kunci penting yang perlu kita resapi bersama.
Jika memang hanya bisa memproduksi dua kodi, cukuplah dengan dua kodi. Dia
tidak menunggu Allah menurunkan sepuluh kodi, seratus kodi bahkan sejuta kodi
sekalipun. Dia memulai dari kesederhanaan: Dua Kodi Kartika.
Kisah Dua Kodi
Kartika ini mengingatkan saya akan kisah tongkat Nabi Musa. Nabi Musa terjepit
di antara laut dan pasukan Firaun. Dia tak punya apa-apa. Dia hanya memiliki keyakinan
bahwa Allah tak akan meninggalkannya. Lalu Allah mewahyukan kepadanya agar Musa
memukulkan tongkatnya ke Laut Merah.
Daarrr...laut
pun terbelah. Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati Laut Merah menuju tanah
yang dijanjikan. Menuju apa yang sudah Allah hadirkan ke hati mereka. Tanah
impian, dengan impian itu sendiri pun merupakan karunia Allah.
Nabi Musa
memutuskan memukulkan tokat ke Laut Merah. Itu keputusan yang diambil atas
dasar keyakinan. Walau akal sehatnya berkata hal itu tak mungkin, dia tetap
melakukan apa yang sekiranya dia bisa lakukan.
Nabi Musa
memukulkan tongkat adalah tanda usaha seorang manusia. Setelah itu Allah
membelahkan laut untuknya. Allah mengerjakan sisanya, sisa pekerjaan yang tak
bisa dikerjakan oleh manusia.
Bagi Bunda, dua
kodi Kartika adalah tongkat Musa-nya saat itu. Allah ingin menguji, apakah
Bunda akan bertindak. Allah ingin menguji seorang Ika Kartika, apakah dia akan
menjajakan dua kodi pakaian yang ada.
Jawabannya:
Bunda memilih memukulkan tongkat ke laut. Allah pun membelahkan laut bagi
Bunda, hingga sampailah KeKe ke posisi yang baik hari ini.
Salut dengan kisahnya. Inspiratif.
BalasHapusPerjuangan selalu membuahkan hasil.
Tapi filmnya masih diputar di studio kan y.
Iyaa inspiratif, true story juga...
BalasHapusmungkin msih tapi kurg tau sekrg hihi