Headline Post

Melindungi Generasi Muda dari Manipulasi Industri Rokok di Era Post-Truth

Tahun 2020 ini adalah tahun yang sangat dramatis sekaligus reflektif di mata saya. Tahun ber-angka-kan cantik tetapi menyimpan momentum sejarah yang pelik. Keadaan pandemik memaksa sebagian besar orang untuk ngedekem di singgasana masing-masing. Pasif mode defend. Tahun ini terasa seperti reset—jalan di tempat sejenak—yang memang harus dipilih untuk bercengkrama lagi dengan diri sendiri sepenuhnya.

Ditengah kepungan berita-berita Covid 19 yang cenderung negatif, saya memilih diam. Diam menjadi seperti ‘lebih terbiasa menerima’ meski sebenarnya tidak seharusnya begitu. Betapa arus informasi di era post-truth semakin mereduksi daya nalar kita. Tidak bisa membayangkan mereka yang tinggal jauh dari radius pusat informasi pasti akan gelagapan mencernanya.


Ngomongin era post-truth, seorang teman mengajak untuk ikut sebuah webinar. Yaitu dalam rangka peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) atau World No Tobacco Day 2020, bertemakan “Lindungi Kaum Muda dari Manipulasi Industri Rokok dan Nikotin”. Diperingati setiap tanggal 31 Mei ini. Pada webinar ini saya seperti dibangunkan dari hipnotis panjang tentang sebuah rokok dan daya magis di dalamnya.

Meski saya bukan perokok namun nyatanya masih banyak keluarga, saudara dan teman yang masih tersandera sebatang rokok yang terus dibakarnya itu. Tidak saja membakar bentuk fisiknya tapi membakar isi dompet sampai membakar paru-parunya. Saya yakin saya tidak sendiri dalam hal ini. Mereka-mereka itu memang pelaku rokok tampaknya tapi sebenarnya mereka adalah korban dari industri rokok. yang sebenarnya

Saya jadi tahu banyak fakta kebohongan industri rokok di era post-truth dibedah pada webinar yang diselenggarakan oleh Lentera Anak ini. Sebagai pemateri ada Mouhamad Bigwanto dari Tim Focal Point pada Tobbaco Control Policy Support in Indonesia SEATCA (South East Asia Tobbaco Control Aliiance). Ada Kiki Soewarso sebagai Communication Specialist pada Tobbaco Control Support Centre (TCSC-IAKMI). Dan ada Hariyadi sebagai Data & Analyst Officer Lentera Anak dan Campaign (Bank Iklan Rokok (2017), Telur vs Rokok (2018)).

Webinar HTTS 2020
Setelah melakukan webinar selama hampir 2 jam dengan segala pertanyaan yang diajukan dan dibahas di dalamnya, alhasil saya tuangkan dalam tulisan ini. Sebagai tambahan insight ataupun perspektif baru tentang rokok.

Pertanyaannya adalah setelah kita tahu fakta kebohongannya lalu bagaimana melindungi kaum muda ini dari manipulatif industrinya?!

Ini seperti menguak sejarah panjang bagaimana rokok sebenarnya sudah menghipnotis orang sejak ribuan tahun lalu. Dari awal mulanya rokok sebagai ritual perdukunan suku Indian di Amerika kini berkembang menjadi ritual kesenangan sampai di era sekarang. Menjadi candu bagi penghisapnya seumur hidup. Alih-alih mendapat kesenangan yang tak seberapa, perlahan tapi pasti menggerogoti kesehatan tubuhnya. Selalu begitu. Seperti lingkaran setan.

Riset membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan. Disamping itu menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan, efek buruk bagi kelahiran dan emfisema (paru-paru). Meskipun fakta efek buruk rokok dari riset ini sudah dipampang di setiap bungkus rokok dan segala media turunannya, tak membuat jera orang untuk berhenti merokok. Berarti masih banyak PR yang perlu dievalusi dan dibenahi. Dan ini menarik! Pasti ada pro kontra di dalamnya.

Kuy selidiki lebih jauh.

Generasi Candu Rokok terus Tumbuh 

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas); 51,1 persen rakyat Indonesia adalah perokok aktif dan sebagai negara dengan jumlah perokok tertinggi di ASEAN. Separo lebih men! 

Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari golongan lemah; 37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan buruh mencakup 44,5% perokok aktif. Sementara 33,4% perokok aktif berusia di antara 30-34 tahun. Di sisi lain ada sekitar  1,1% perempuan Indonesia adalah perokok aktif, walaupun tentunya perokok pasif akan lebih banyak. Jadi karakteristik perokok umumnya berlatar belakang menengah ke bawah, minim pendidikan dan jelas minim edukasi mengenai bahaya rokok secara konprehensif.

Kenaikan Perokok Remaja
Kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja. Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia 18 tahun dari 7,2% (Riskesdas 2013) menjadi 9,1%. Dari sinilah kenapa Indonesia sekarang dijuluki baby smokers countries. Dan generasi candu rokok terus meningkat.

Miris! Meski pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi konsumsi rokok pada masyarakat, mulai dari penerapan Kawasan Tanpa Roko (KTR), sosialisasi antirokok, hingga iklan layanan masyarakat. Kebijakan yang terasa angin-anginan memang. Sekadar mengipasi asap rokok tapi tidak pernah benar-benar memadamkannya. Bisa dibilang kebijakan saat ini hanyalah merespon kejadian atau tunggu bola, reaktif terhadap kejadian.

Apa sih yang sebenarnya terjadi?!


Regulasi Rokok Sekadar Kepulan Asap Rokok

Di tahun 2012 lalu regulasi tentang produk tembakau atau rokok sebenarnya telah diatur. Pemerintah telah mengaturnya dalam PP nomor 109 tahun 2012, kurang lebih 50 halaman yang cukup lengkap (sini) Di mana PP ini garis besarnya mengatur lima hal yaitu produk tembakau, tanggung jawab pemerintah (termasuk Perda), penyelenggaraan, peran serta masyarakat dan pembinaan & pengawasan.

Pelanggaran Regulasi Industri Rokok
Salah satunya saya temukan di Pasal 21a pernyataan,” dilarang menjual atau memberi kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil”.  Kemudian di Pasal 24 bahkan sangat literally di tulis seperti ini; setiap produsen dilarang mencantumkan kata “Light”, “Ultra Light”, “Mild”, “Extra Mild”, “Low Tar”, “Slim”, “Special”, “Full Flavour”, “Premium” atau kata lain yang mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, pencitraan, kepribadian, ataupun kata-kata dengan arti yang sama.

Sampai di sini kita sudah tahu kalau fakta larangan pada ketentuan pasal-pasal tadi hanya sampai di peraturan saja, tapi praktiknya masih jauh panggang dari api. Betapa regulasi rokok hanya sekadar kepulan asap rokok itu sendiri. Regulasi memang telah dibuat tetapi praktik pengawasannya masih jalan di tempat.

Jadinya ya gini-gini aja, semriwing, persis seperti rokok itu sendiri yang dibakar keluar asap kemudian dibakar lagi ketika sudah habis. Kasarnya kita masih diperbolehkan membeli rokok dan mengindustrialisasikannya asalkan demikian dan demikian. Di kosa kata demikian itulah celah yang menurut saya, sebuah industri masih bisa bermain secara halus. Apa itu?

Kuy, saya bawa lebih jauh dan dalam bagaimana fakta industri iklan rokok bekerja di era 4.0 ini!

Pesona Iklan Rokok yang Menawan Pikiran

Remaja Rentan Terpapar Iklan Rokok
Di balik topeng maskulinitas iklan rokok yang menawan ternyata menyimpan pesona kepalsuan yang tak disadari oleh kita. Iklan rokok dari tahun ke tahun selalu bertransformasi menyesuaikan tren  dan regulasinya. Umumnya melibatkan publik figur, influencer dikemas megikuti zaman dengan praktik yang halus dan terselubung. Dari mulai iklan di media televisi, reklame sampai melibatkan event sponsorship olah raga, musik dan sebagainya. Sampailah ke kantung-kantung pikiran generasi muda lewat sosial media.

Menjarah masuk ke media sosial yang aksesnya lebih mudah dan masif dijangkau anak muda dan remaja sekolah. Media sosial menjadi media yang begitu dekat dengan penggunanya (hampir) tanpa sekat, bahkan regulasi yang mengatur iklan rokok di dalamnya masih lemah. Akibatnya kaum muda ini pun terpapar iklan rokok dari media sosial selain TV.  

Menjadikan maskulinitas sebagai komodifikasi dalam penyampain iklan. Padahal hubungan antara komodifikasi maskulinitas dan realitas bertolak belakang. Imaji maskulinitas yang dibentuk dari iklan sebenarnya fragmen ideologi yang terbentuk dari konotator pada tahapan mitos. Keterkaitan antara hasil analisis  bahasa iklan tidak menampilkan realitas produk yang sebenarnya (mirror of reality), melainkan realitas yang tidak sesungguhnya dari sebuah produk (distorted of mirror reality).

Selalunya begitu. Hal-hal negatif yang dibumbui isu maskulinitas menjadi tren anak muda. Maka tidak heran untuk dianggap keren, gaul ataupun macho orang harus melakukan hal yang sama sebagai standar hidup di lingkungan anak muda. Ya... salah satunya kalau tidak mabok, merokok dan narkoba.

Terdapat hubungan yang signifikan antara terpaan iklan rokok di media apapun dengan sikap merokok remaja. Terpaan iklan promosi dan sponsor rokok berpengaruh secara signifikan terhadap sikap rokok remaja. Remaja yang merokok akan tetap merokok setelah melihat iklan rokok di media online. Sementara yang tidak merokok tampak ada kemungkinan untuk merokok setelah melihat iklan tersebut.

Seperti Philip Morris, merujuk pada dokumen internal untuk presentasi strategi iklan 2015, adalah memastikan bahwa ‘tiap perokok dewasa semestinya bisa membeli rokok dalam radius jalan kaki’. Sementara untuk menargetkan anak muda, dengan strategi yang sejak dulu dilakukan yaitu mensponsori bar ataupun klub malam. (American Journal of Public Health 2002).

Mirisnya di Indonesia rasa-rasanya lebih bar-bar dari itu. Rokok hampir bisa ditemukan di semua lini penjualan. Apalagi dengan gaya berjualan toko kelontong di pinggir jalan, gang rumah, kantin sekolah hingga minimarket. Semua terjangkau. Inilah surga buat industri rokok. Selain begitu mudahnya akses untuk membeli rokok, bahkan cara membelinyapun lebih dipermudah lagi. Misalnya orang yang tidak mampu membeli sebungkus bisa membeli ketengan atau batangan bahkan kalau perlu ngutang. Gimana remaja sekolah gak tergiur jika keadaannya demikian.

“Our conventional cigarette products are the choice of 150 million consumers worldwide, and for those who choose to continue to smoke, we will continue to offer them the best quality products, but that’s not where our vision for smokers ends. More than 400 R&D scientists, engineers and technicians are developing less harmful alternatives to cigarettes replacing cigarettes with the smokes-free products, dedicated to offering consumers better choices”. (Philips Morris International 2019)

Indonesia adalah Target Pasar Industri Rokok
Artinya kurang lebih begini bagi mereka yang memilih untuk terus merokok maka industri akan terus menawarkan produk ‘berkualitas terbaik’ kepada perokok. Salah satu visinya adalah mencoba menggantikan rokok dengan produk baru seperti sekarang ini yaitu rokok elektrik. Walaupun hakikatnya sama hanya perubahan gaya rokok dengan bahan kimia dan nikotin.  Selidik punya selidik rokok elektrik atau familiar disebut vape ini tak kalah buruk dampaknya bagi kesehatan tubuh. Karena rokok elektrik terdiri dari tabung yang berisi cairan nikotin, perasa buah, dan bahan kimia lainnya. Ada yang menyebut bahwa rokok elektrik jauh lebih bergaya dan banyak juga yang menganggap bahwa vape lebih aman dibanding rokok tembakau.

Meski begitu, belum ada hal yang membuktikan bahwa vape benar-benar bebas dari risiko. Penggunaan vape dalam jangka panjang, yaitu satu tahun atau bahkan kurang, juga disebut bisa meningkatkan risiko seseorang terserang penyakit kanker. Maka dari itu, penggunaan vape pun sebaiknya diwaspadai, terutama pada remaja dan orang yang rentan terserang penyakit.

Melindungi Generasi Muda dari Manipulasi Industri Rokok dan Nikotin

Maka definisi melindungi di sini sebenarnya ambigu dan masih bisa diperdebatkan. Bahkan terkesan melindungi industrinya ketimbang melindungi korbannya. Ketegasan akan menjadi taruhan di sini. Melarang sekalian atau tidak. Agaknya masih setengah-setengah, seperti main dua kaki. Kebijakan yang berdasarkan aspek kesehatan seperti terbentur dengan kebijakan dari segi ekonomi. Lucu juga yak tiap tahun diperingati tapi kenaikan terus terjadi.

Melibatkan Anak untuk Event Sponsor
Melindungi menjadi kata yang positif. Tetapi menjadi riskan jikalau berbicara siapa yang akan melindungi dan seperti apa caranya. Tahukah kamuh kalau pemerintah sejak 2015 lalu juga telah menjalankan tujuh program penanggulangan rokok. Nah bagainana sekarang relevansi program tersebut dengan tema HTTS tahun ini. 

Kuy, kita bedah dan evaluasi agar kosa kata melindungi ini lebih efektif lagi.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI menerangkan tentang ketujuh program itu sebagai berikut. Sekaligus saya tambahkan usulan & kritik pada beberapa poin di bawahnya.

1. Peraturan Perundang-undangan.

Indonesia memiliki UU 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang ada pasal-pasal yang mengatur kebiasaan merokok, juga ada PP 109 tahun 2012 yang mengatur lebih rinci tentang isi UU 36 tahun 2009 di bidang penanggulangan merokok, dan juga ada Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Ka Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan juga berbagai Peraturan Daerah serta Aturan (SK) Gubernur, Bupati dan Walikota.

*Saya sangat apresiasi terhadap segala regulasi atau peraturan perundangan yang telah ada tentang rokok ini. Tetapi praktik di lapangan dan pengawasannya masih belum benar-benar dijalankan. Alhasil pelanggaran yang terjadi seakan dibiarkan, seperti beberapa pasal di atas tadi.

2. Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

Penyuluhan tentang dampak merokok bagi kesehatan. Hal ini dilakukan melalui berbagai media yang ada, baik di tempat sarana pelayanan kesehatan maupun juga tempat-tempat umum.

*Penyuluhan tentang dampak kesehatan baiknya dilakukan dengan lebih baik dan kreatif lagi. Terutama di lingkungan pendidikan.

3. Peringatan kesehatan dalam bentuk gambar.

Untuk Indonesia, mulai 24 Juni 2014 maka semua rokok yang dijual harus mencantumkan satu dari lima pilihan gambar peringatan kesehatan.

*Nah ini perlu dievaluasi efektifitasnya. Memang setiap bungkus rokok saat ini telah terpampang jelas gambar dampak buruk rokok termasuk kata-kata peringatan di dalamnya. Tetapi bagi saya ini masih  kurang kreatif. Efek visualisasi perlu ditambah dengan kata-kata berupa data-data riset tentang rokok setiap tahunnya. Kalau perlu tiap bungkus rokok cantumkan data-data riset terbaru tentang dampak negatif rokok.

4. Pengaturan iklan rokok.

Regulasi Iklan Rokok di TV
Harus diakui bahwa iklan berperan penting dalam pembentukan opini masyarakat, termasuk mau merokok atau tidak. Dalam aturan yang ada di Indonesia maka sudah ada semacam aturan tentang hal ini, walau memang belum dalam bentuk pelarangan total.

*Pengaturan penayangan iklan di media bisa diatur lebih tegas lagi. Misalkan; selain pengaturan jam tayang, mewajibkan pula setiap iklan rokok yang tayang di media, khususnya TV harus dibarengi (selingi) dengan iklan tentang dampak rokok pada saat yang bersamaan.  Jadi setiap ada iklan rokok yang tayang pasti ada iklan tentang dampaknya.

5. Terwujudnya Kawasan Tanpa asap Rokok (KTR).

Hal ini untuk menjamin bahwa warga masyarakat, setidaknya di tempat-tempat umum, dapat menghirup udara bersih sehat dan bebas dari asap rokok. Dari waktu ke waktu kita lihat bahwa di sekitar kita makin banyak ruangan bebas asap rokok ini, termasuk di bioskop dan mal-mal besar.

*Kawasan Tanpa Rokok semakin diperluas. Coba periksa di sekolah-sekolah atau kampus, kantin-kantin sekolah masih begitu bebas perjual-belikan rokok dan mengonsumsinya. Seharusnya lingkungan pendidikan atau sekolah steril dari rokok. Lingkungan sekolah khususnya di daerah masih rentan dan lemah pengawasan peredaran rokoknya. Perlu adanya pelarangan rokok di kantin sekolah dan kampus oleh sekolah atau kampus itu sendiri.

6. Terselenggaranya pelayanan kesehatan untuk bantuan orang yang ingin berhenti merokok.

7. Untuk mereka yang akhirnya jatuh sakit karena rokok akan segera ditangani melalui program Jaminan Kesehatan Nasional.

Melindungi dengan Mengubah Mindset Rokok sejak Dini

Sudah berbagai cara dan peringatan tentang bahaya merokok telah digencarkan. Tidak pernah berhenti sampai saat ini. Meskipun begitu perokok khususnya di masa usia sekolah dan remaja nyatanya masih selalu naik dari tahun ke tahun. Agaknya dibutuhkan hal yang lebih serius mengenai hal ini.

Pada dasarnya aktifitas merokok sebenarnya adalah sebuah kebiasaan lalu menjadi sebuah budaya, hanya saja sifatnya negatif. Untuk mengubah budaya atau kebiasaan seseorang haruslah mengubah mindset seseorang tentang rokok itu sendiri. Dan harus dilakukan secara kontinyu, sejak dini.

Lindungi Anak dari Rokok Sejak Dini
Untuk mengubah mindset tentang rokok seharusnya mulai dilakukan di lingkungan sekolah dan rumah. Bagaimana pemerintah sebaiknya membuat kurikulum atau pelajaran khusus tentang rokok, miras dan narkoba. Misalnya, bisa dimasukkan sebagai bagian mata pelajaran olah raga. Andai saja ini dilakukan sejak dini dari TK sampai SMA pasti lebih signifikan melindungi generasi muda dari rokok. Karena sebenarnya propaganda rokok harus dilawan juga dengan propaganda anti rokok sejak dini.

Begitu juga di lingkungan keluarga atau rumah. Sebisa mungkin keluarga atau orang tua memberi contoh langsung untuk tidak merokok dan melarang keras anaknya untuk merokok. Meskipun ini agak sulit tapi memang seharusnya dilakukan. Faktanya memang sulit menghilangkan rokok itu sendiri. Tetapi perlawanan terhadap rokok ini memang akan terus terjadi.

Sampai di sini semoga definisi melindungi menjadi lebih berarti dimaknai. Don’t smoke!

Referensi:https://www.google.co.id/amp/s/gaya.tempo.co/amp/670950/ada-7-program-penanggulangan-rokok-di-indonesia



Belum ada Komentar untuk "Melindungi Generasi Muda dari Manipulasi Industri Rokok di Era Post-Truth"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel