Headline Post

Cahaya Cinta Pesantren: Sebuah Nostalgia Romatik Merah Jambu

Cahaya Cinta Pesantren. Film garapan sutradara Raymond Handaya ini semakin menambah spektrum perfilman tanah air. Meski tergolong masih hijau dalam dunia perfilman, hadirnya film-film aroma Islami garapan Raymond yang notabene non muslim tentu sangat layak diapresiasi. Tidak saja karena kapasitasnya sebagai sutradara tapi juga karena nilai toleransi di dalamnya.

Film Cahaya Cinta Pesantren yang di produseri ustad Yusuf Mansur ini bercerita tentang banyak hal kaitannya kehidupan percintaan di dunia pesantren seperti apa. Tentu akan mengingatkan kita pada film dengan tema yang sama yang booming waktu itu, Negeri Lima Menara. Meski sama-sama diadaptasi dari novel Islami, Cahaya Cinta Pesantren karya novelis Ira Madan ini lebih menyuguhkan film dengan sudut pandang seorang gadis batak. Sementara Negeri Lima Menara yang kita tahu tokohnya cowok.

Adalah Marshila Silalahi atau akrab dipanggil Shila (Yuki Kato). Seorang anak nelayan di pinggiran danau Toba yang ingin bersekolah di SMA Negeri favorit di Medan. Namun karena tidak lolos dan keterbatasan biaya membuat Shila harus bersekolah di pesantren. Keputusan untuk sekolah di pesantren membuat Shila harus bersitegang dengan orangtuanya, khususnya sang Ayah yang sebenarnya sangat dicintainya. Karena Ayahnya memutuskan yang terbaik buat Shila adalah sekolah di pesantren. Bagi Shila sekolah di pesantren adalah dunia yang penuh dengan kekangan dan tidak bisa bebas.

Di pesantren inilah seorang Shila yang tomboy bertemu dengan tiga teman baru yang kemudian menjadi sahabat. Ada Manda (Febby Blink), Aisyah (Via Blink) dan Icut (Vebby Palwinta). Ke empatnya menjalin persahabatan karena idealisme yang sama, sama-sama tidak setuju dengan sistem di pesantren. Terutama Shila yang urakan dan Manda yang kalem, keduanya bahkan harus mencari cara untuk kabur dari pesantren. Namun takdir menggagalkannya dan membuat mereka mencoba adaptasi kembali dan menemukan jati diri masing-masing.

Cerita Cinta Pesantren juga bercerita tentang asmara, merah jambu khas anak pesantren. Kehidupan percintaan remaja pesantren yang harus kucing-kucingan dengan sistem pesantren yang melarang (mengharamkan) pacaran menjadi salah satu entry poin film ini. Di antaranya keterlibatan Rizky Febian yang berperan sebagai Abu membuat film ini jadi kocak dan hidup. Jatuh cinta dengan Shila yang ditampilkan absurd memancing tawa penonton. Pola tingkahnya yang lucu di film sangat simetris dengan ayahnya (Sule). Karena kesan komedi film ada di peran Abu ini salah satunya.

Sampai pada akhirnya nilai-nilai persahabatan mereka menjadi pertaruhan yang membawa aroma persaingan dan kebencian satu sama lain. Seperti kita tahu, sampai klimaksnya mereka sadar akan kondisi dan apa yang ia cari selama ini dalam hidup. Tentang keihklasan kepada Allah.


Review Film.
Film Cahaya Cinta Pesantren yang ditelurkan Fullframe Pictures ini tergolong film komedi romantis dengan durasi yang cukup panjang. Jika tidak saja pengemasan yang apik dan menghibur akan sangat garing banget dan kelelahan menonton. Karena saya kadang harus bersabar untuk menyelesaikan durasi lebih dari 120 menit. Tapi agaknya ditutupi dengan jalan cerita yang ragam dari plot-plot yang kadang lucu berganti sedih, semangat petualangan dan setres karena tekanan. Belum lagi bumbu merah jambu yang bertebaran di sepanjang scene mampu membuat film ini menjemput penontonnya sendiri.


Meski beberapa bagian cerita bakal ketebak alur ceritanya, seperti kematian ayahnya Shila yang membuatnya sedih dan mencoba mengambil hikmah artinya kehilangan kasih sayang sebenarnya. Di bagian ini biasanya saya menilai kadang lebay dan cenderung klise tertutupi oleh akting Yuki Kato yang sangat apik dan totalitas. Karena seorang gadis yang tomboy ternyata bisa tampil sefeminin dan sedih yang mengharu biru saat kehilangan sosok ayah.

Nilai-nilai humanis dalam film juga sangat kaya dalam film ini. Dan ini sangat layak untuk diapresiasi. Cara menyulamnya juga tidak kaku tapi mengalir, padahal banyak film kadang absen di bagian ini dan cenderung terlihat kurang alus. Tapi di film ini sangat apik dan terasa smooth sehingga film menjadi berlangsung cepat tanpa terasa.

Nilai-nilai kekeluargaan memang menjadi setting value di film, di awal sampai akhir film terus menjadi bagian utama. Nilai persahabatan juga begitu mendominasi di bagian tengah, khas remaja pesantren yang mungkin memancing nostalgia buat mereka yang pernah belajar di pesantren. Dalam skala pribadi banyak nilai-nilai perjuangan membentuk jati diri dan konsistensi meraih cita-cita layak diserap. Dan tentu cinta merah jambu yang menghiasi sebagian besar film bakal mendapat ruang tersendiri di hati penonton.

Film ini layak untuk di tonton sekeluarga, bareng sahabat segengan juga bakal menarik. Momen-momen nostalgia juga akan menempatkan kita akan kehidupan masa sekolah. Secara umum film ini sangat menghibur dan menginspirasi. Memberikan dan menguatkan sudut pandang baru tentang pendidikan di pesantren. Muatan dakwahnya lebih humanis untuk dicerna, karena unsur kekiniannya juga terasa di film. Bagi saya film Cahaya Cinta Pesantren merupakan nostalgia romantik yang tak ingin dilupakan xixixixiiixxi....

Film Cahaya Cinta Pesantren akan menggelar layar perdananya, 22 Oktober 2016. Catat yaaak!


Beruntung saya dan beberapa sahabat Blogger diundang untuk menyaksikan film ini pertama kalinya. Hadir pula beberapa pemain inti, yaitu Yuki Kato yang bikin hati nyes-nyes xixixixiix... tampil dengan jilbab nan berbusana Islami membuatnya anggun sekali sore itu (15 Oktober 2016).

Meski tidak bisa berfoto dan bertanya langsung dengan Yuki Kato karena antrean yang bejibun, Alhamdulillah bisa sedikit bertanya dengan ustad Yusuf Mansur sebagai produsernya. Beliau berharap film ini banyak ditonton dan penonton mampu mengambil nilai-nilai di dalamnya.

Andik Ir.



1 Komentar untuk "Cahaya Cinta Pesantren: Sebuah Nostalgia Romatik Merah Jambu "

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel